Pengalaman Ukhuwah Islamiyah
Saya ingat di tahun 2001 pada waktu saya harus menghadiri seminar di Sydney, Australia, sebuah negara yang belum pernah saya kunjungi. Karena satu dan lain hal, keberangkatan yang agak mendadak, satu hari sebelum keberangkatan, saya hanya sempat mengabari via email teman saya yang sedang bersekolah di kota Sydney. Dan masyaAllah langsung dijawab. Turun dari pesawat, saya tidak tahu apakah saya dijemput atau tidak, tidak tahu menginap di hotel mana, naik apa dsb. Namun demikian, pada saat saya keluar, ternyata sudah ada ikhwah, tiga orang, sudah menjadi penduduk tetap Australia, yang saling berebut untuk meminta kami menginap di rumah mereka.
Leganya hati ini. Belum lagi pelayanan yang kami rasakan selama di Australia, kami dikenalkan dalam berbagai acara pengajian, diajak pergi ke masjid-masjid, tempat rekreasi dsb. Pendek cerita, dengan jaringan da’wah yang kita miliki, saya merasakan sekali ukhuwah Islamiyah yang sangat tulus. Cerita-cerita seperti yang saya alami ini banyak sekali kita dapatkan dari para ustadz kita yang sering diundang di berbagai acara di berbagai daerah, dalam dan luar negeri. Bahkan Syekh Umar Al Tilmisani bercerita bagaimana beliau pergi ke Eropa untuk berobat, di sana di jemput, di bawa ke rumah sakit, hingga akhirnya sembuh dan kembali ke tanah air, tanpa beliau tahu siapa akh akh yang merawatnya selama di Eropa.
Jaringan Dakwah sama dengan Jaringn Bisnis?
Dari kenyataan inilah kemudian kita seringkali berfikir dan mendengar pernyataan bahwa jaringan kita ini akan dapat menjadi jaringan bisnis yang kuat. Apakah itu benar? Tentu, dengan persyaratan utama yaitu kita yang berada dalam jaringan da’wah ini merupakan pebisnis-pebisnis yang serius.
Pernah suatu saat AC kantor saya rusak, dan dengan semangat saya mencari tukang AC ikhwah. Setelah cari sana sini, akhirnya karena dikejar waktu, saya putuskan mencari tukang AC apa adanya saja. Kemudian suatu kali AC mobil saya yang rusak, saya pun mencari kemana-akhirnya saya putuskan perbaiki AC di ITC yang mayoritas Cina. Kesulitan yang sama akan kita dapatkan kalau kita mencari bengkel mobil, dealer mobil, kontraktor, eksportir, dsb. Belum lagi kalau bicara pabrik…masih jauh deh.
Dari sisi politik praktis, keluhan ini juga terasa bagi anggota dewan. Saya sebagai peneliti otonomi daerah sering berdiskusi dengan para anggota dewan. Mereka yang memiliki idealisme di DPRD seringkali merasa gemas karena tidak dapat “mempromosikan” pengusaha-pengusaha muslim yang jujur dan memiliki komitmen da;wah. Tidak dapat bukan karena apa-apa, tapi karena tidak ada. Kalau ada pun, kurang professional, atau masih kecil dan tradisional. Padahal kita tahu bahwa para anggota dewan saling berlomba-lomba menekan pemerintah daerah agar mereka mendapatkan proyek-proyek pembangunan untuk perusahaan-perusahaan kenalan mereka.
Seorang kawan saya pengusaha bercerita mengenai kuatnya jaringan bisnis Cina. Ibaratnya, seorang pedagang (sebutlah si A) di Harco dapat dengan mudah meminjamkan temannya yang sesama pedagang (si B) sejumlah 100 juta sebagai modal awal. Taruhlah kemudian si B rugi, dengan alasan yang secara bisnis dimengerti, dia pinjam uang lagi ke si A. Si A selama masih melihat si B ini kerja keras, dan masih mau kerja, maka akan dimodali terus sampai berhasil. Pinjam meminjam 100 juta pun cukup ditulis di kertas rokok saja. Simpel saja. Bagaimana mungkin? Karena A dan B hidup dalam “bahasa” yang sama. Sama seperti kita, bicara da’wah, walau pun saudara kita lain negara, maka semuanya akan mengalir begitu saja.
Pernah suatu kali saya diberi tahu ada perusahaan percetakan yang khusus mencetak surat-surat berharga. Apa itu surat berharga? Kertas sertifikat deposito misalnya. Saya kemudian berpikir, dari mana si pemilik percetakan tahu ada pasar percetakan surat berharga yang hanya dibutuhkan bank? Jawabannya sangat mudah, ya pasti teman-temannya banyak yang memiliki bank. Contoh lain, apakah kita terpikir bisnis generator turbin pabrik? Tentunya tidak sampai ada ikhwah kita yang memiliki berbagai pabrik yang memerlukan generator turbin.
Dari sinilah, saya boleh mengambil kesimpulan, jaringan kita memang modal dalam bisnis kita, tapi masih harus dikembangkan. Bagaimana mengembangkannya? Dengan masing-masing dari kita memulai untuk bisnis kita sekarang. Terjunlah sekarang, piker kemudian. Jangan berpikir dan menimbang terus, tapi dimulai sekarang.